Sejak awal tahun 2020, media sosial di Indonesia mengalami kenaikan signifikan unggahan yang menyuarakan warganet untuk mendapatkan bantuan kesehatan mental. Stress, kecemasan, hingga depresi, menjadi topik yang lebih banyak dibahas di berbagai platform media sosial. Meningkatnya popularitas topik kesehatan mental dalam satu tahun terakhir ini tak lain dipicu oleh pandemi Covid-19 yang memperparah epidemi kesehatan mental di Indonesia. CNN Indonesia[1] bahkan melaporkan kesehatan mental sebagai salah satu isu terbesar pada tahun 2021, yang turut diperparah dengan lesunya perekonomian di tengah krisis kesehatan yang merenggut ribuan nyawa tiap harinya.
Kontras dengan anggapan populer, internet dan media sosial justru memiliki andil positif dalam membantu pemulihan kesehatan mental warganet selama masa pandemi COVID-19 di Indonesia. Bagi Sebagian pihak, pernyataan ini terdengar kontradiktif dengan banyaknya opini yang menyimpulkan internet sebagai faktor utama gangguan kesehatan mental penggunanya. Sampai saat ini memang belum ada studi ilmiah di Indonesia yang mengukur apakah media sosial serta internet lebih banyak memberi dampak positif atau negatif dalam mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Namun, sudah banyak pemberitaan maupun data mentah yang mendukung pernyataan bahwa internet, terutama berbagai aplikasi dan media sosial, memiliki fungsi positif bagi kesehatan mental warganet Indonesia yang berjuang di tengah-tengah pandemi COVID-19. Dalam kondisi ini internet dan media sosial menjadi sarana belajar isu kesehatan mental, media untuk mendapatkan bantuan profesional, atau sekedar tempat untuk menolong teman yang memiliki gangguan kesehatan mental. Berbagai macam analisis data secara deskriptif yang akan dipaparkan justru membuktikan pernyataan di atas, terutama bagi Generasi Milennial dan Generasi Z.
Sumber Edukasi Warganet yang Awam
Jika kita melihat tren Google search dengan kata kunci “Kesehatan Mental” dari tanggal 3 Maret 2019 (yakni satu tahun sebelum pandemic Covid-19 mulai di Indonesia) hingga 1 Agustus 2021, pencarian topik kata “Kesehatan Mental” terlihat melejit di akhir pertengahan tahun 2020. Pertengahan tahun 2020 menandai setengah tahun pandemi COVID-19 berlangsung di Indonesia yang pertama kali terdeteksi pada Maret 2020. Selain itu, tren pencarian “Kesehatan Mental” di Google kembali memuncak pada Juli 2021, yakni saat Indonesia mengalami kenaikan kasus COVID-19 paling tajam akibat munculnya varian Delta yang lebih cepat menular. Grafik Google Trend di bawah ternyata membuktikan korelasi yang cenderung terlihat antara parahnya pandemi serta kebutuhan masyarakat akan informasi kesehatan mental.[2] Google Search kemudian menjadi sarana populer bagi warganet Indonesia untuk mencari tahu tentang isu seputar kesehatan mental dalam situasi krisis tersebut.
Pencarian “Kesehatan Mental” di Google memuncak di saat kasus COVID-19 turut bertambah
Hal yang sama dapat dilihat dengan analisis engagement dalam Instagram. Unggahan dengan topik edukasi kesehatan mental mengalami pertambahan engagement sebelum dan sesudah pandemi. Sebagai contoh yang paling mudah untuk dianalisis, Instagram page Riliv, yakni aplikasi online layanan psikologi berbasis smartphone dapat dijadikan sebuah contoh yang sederhana. Instagram page Riliv kerap memberikan edukasi populer mengenai kesehatan mental, mulai dari berbagai cara coping untuk isu kesehatan mental, jenis gangguan mental, dan lain-lain. Menariknya, sekitar akhir tahun 2019, Riliv memiliki kisaran Like antara 1.000 sampai 2.500 dan Comment sekitar 10 sampai 80. Kisaran Like tersebut pada akhirnya naik ke sekitar 3.000 sampai 4.000, atau bahkan lebih dari 10.000 di saat pandemi berlangsung, yakni antara tahun 2020 hingga 2021. Hal serupa terlihat dalam engagement dalam bentuk comment yang naik ke sekitar 20 sampai 100 dalam post yang dibuat pada 2020 dan 2021.
[Insert Riliv Instagram post here][3]
Layanan Konsultasi Online
Berkembangnya berbagai aplikasi online yang menawarkan jasa layanan medis membuat layanan kesehatan mental oleh psikolog dan psikiater menjadi semakin mudah untuk dijangkau. Dalam laporan Katadata.com bulan Juli 2020, aplikasi Halodoc bahkan sampai mengalami kenaikan pengguna sebesar 80% yang melakukan konsultasi terkait kesehatan mental akibat pandemi.[4] Katadata.com lebih lanjut melansir bahwa Generasi Milennial menjadi demografi terbesar yang menggunakan aplikasi Halodoc sebagai sarana konsultasi kesehatan mental. Generasi Z sebagai generasi yang kerap disebut sebagai digital natives, bahkan lebih proaktif dalam mencari tahu isu kesehatan mental di internet jika dibandingkan dengan Generasi Milennial berdasarkan rilis laporan Katadata.com tersebut.
Fenomena ini membuat Halodoc memiliki peran unik memudahkan jangkauan layanan kesehatan mental oleh psikolog dan psikiater professional di saat pandemi. Dengan kata lain, internet menjadi alternatif layanan kesehatan mental bagi Generasi Milennial dan Generasi Z kelas sosial ekonomi menengah keatas tanpa harus datang ke klinik. Penggunaan aplikasi internet untuk layanan kesehatan mental semakin berkembang terlebih dengan adanya keterbatasan klinik kesehatan jiwa di Indonesia.
Peer Support
Diantara berbagai fungsi yang telah dipaparkan, fungsi positif media sosial yang paling sederhana dalam mendukung kesehatan mental adalah perannya sebagai sarana peer support, atau dukungan emosional terhadap sesama teman. Dengan fitur yang memudahkan penggunanya untuk berkomunikasi tanpa batas, berbagai pengguna media sosial mulai banyak menggunakan platform tersebut untuk saling memberikan dukungan di tengah parahnya pandemi. Fenomena tersebut paling mudah dapat dilihat dengan memperhatikan berbagai unggahan story pun dilakukan untuk upaya peer support di Instagram, mulai dari yang paling sederhana seperti ucapan saling menguatkan, sampai upaya nyata membantu kawan dengan memberikan hadiah dengan aplikasi online. Media sosial juga berfungsi sebagai corong gerakan sosial untuk mendukung kesehatan mental di kalangan pemuda. Sebagai contoh, penggemar BTS menggerakkan akun Twitter BTS_ArmyHelpCenter INDONESIAN yang menjadi sarana support kesehatan mental baik bagi komunitas fans BTS ataupun kalangan pemuda Indonesia secara umum. Sampai Agustus 2021, BTS_ArmyHelpCenter INDONESIAN memiliki kurang lebih 23.6 ribu follower yang kian berkembang.
Tidak Selamanya Negatif
Berbagai macam data yang dipaparkan justru menunjukkan bahwa internet dan media sosial memiliki peranan positif dalam kesehatan mental di masa pandemi ini. Bahkan, aplikasi online dan media sosial seakan menjadi media khusus bagi generasi muda untuk berbicara mengenai isu ini yang masih diangga tabu di Indonesia. Fenomena ini terdengar bertentanagan dengan banyak opini populer bahwa media sosial justru menjadi faktor pemicu gangguan kesehatan mental seperti gangguan kecemasan (anxiety), adiksi, atau bahkan ketidakbahagiaan terhadaap diri sendiri karena faktor FOMO (Fear of Missing Out) yang gencar ditampilkan oleh media sosial. Bahkan studi Lin et.al. di Amerika Serikat tahun 2016 melaporkan bahwa ada korelasi positif yang signfikan antara intensitas penggunaan media sosial serta resiko depresi pada pemuda berusia 19 sampai 32 tahun. Meskipun benar bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan jiwa, namun berbagai data yang telah dipaparkan memnyimpulkan bahwa itu penggunaan media sosial yang benar justru dapat membantu kesehatan jiwa.
[1] https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210105072824-255-589465/kesehatan-mental-disebut-jadi-masalah-besar-pada-2021
[2] https://www.alomedika.com/kesehatan-mental-dalam-kondisi-pandemik-virus-corona
[3] https://www.instagram.com/p/CRLKR03h7r0/
https://www.instagram.com/p/CRgZycghuv6/
https://www.instagram.com/p/CPF52w3LV2E/
https://www.instagram.com/p/CFQ-91fH3h4/
https://www.instagram.com/p/CEHBIH9DLXq/
https://www.instagram.com/p/B4PNljSFDS0/
https://www.instagram.com/p/B4MSECEl4cp/
https://www.instagram.com/p/B4O4DNjFYl6/
[4] https://katadata.co.id/ekarina/digital/5f199fe7004c4/konsultasi-kesehatan-jiwa-halodoc-naik-80-mayoritas-dari-milenial